Konflik Yang Terjadi Ditubuh Islam Di Indonesia (Tugas 1)
Pendahuluan
Latar Belakang
Kian lama kian mengkhawatirkan.
Ketegangan di dalam tubuh umat Islam terus saja berlangsung. Di Irak, beberapa
kali kita menyaksikan aksi pengeboman terhadap sejumlah masjid yang dilakukan
oleh umat Islam sendiri. Muslim Sunni merusak masjid Muslim Syi’ah, dan begitu
juga sebaliknya. Hal yang sama juga kita saksikan di Pakistan dan Afghanistan.
Di Indonesia, kita disodori tayangan
perusakan masjid-masjid dan rumah-rumah kelompok Islam tertentu. Kerap
diberitakan, sebagian warga penganut paham tertentu tersebut mendapatkan
ancaman, baik fisik maupun non fisik. Beberapa tokoh Islam mainstream pun ikut menekan agar
kelompok ini hengkang dari Islam jika mereka masih ngotot dengan akidah yang
dipegangnya. Sebuah solusi alternatif yang bagus, namun sulit untuk diterapkan.
Pemerintah sendiri seakan tidak tahu-menahu akan adanya tindakan kriminal itu.
Di negeri sendiri, kelompok ini diperlakukan bak seorang anak haram jadah yang
terkutuk. Aparat kepolisian tak memberikan perlindungan keamanan yang cukup
atas mereka, sehingga penghancuran tetap berlangsung. Atas kondisi itu,
belakangan tersiar kabar bahwa kelompok ini hendak meminta suaka ke luar
negeri.
FPI
FPI
dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman
Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah
Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal
dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah
Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde
baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI
pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan
menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan
Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.
Latar belakang pendirian FPI
sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
·
Adanya
penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial
penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
oknum penguasa.
·
Adanya
kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor
kehidupan.
·
Adanya
kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta
ummat Islam.
Pada tahun 2002 pada tablig akbar
ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan Menteri Agama dan terdakwa kasus
korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil Husin Al Munawar, FPI menuntut agar
syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera
pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni
1945 ke dalam amandemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR sambil membawa spanduk
bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat
Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati Djiwandono berpendapat
bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang
diamandemen, justru dikhawatirkan akan memecah belah kesatuan bangsa dan
negara, mengingat karekteristik bangsa yang majemuk.[4]
Pembentukan organisasi yang
memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila inilah yang kemudian menjadi
wacana pemerintah Indonesia untuk membubarkan ormas Islam yang bermasalah di
tahun 2006.
AKKBB
Aliansi ini dibentuk oleh beberapa
lembaga yang concern terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan, untuk
melakukan kampanye anti kekerasan atas nama agama, dan melakukan advokasi
terhadap kelompok-kelompok yang ditindas atas nama perbedaan keyakinan dan
agama.
Permasalahan
JAKARTA, MINGGU - Setidaknya 10 orang dari Aliansi
Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) terluka parah akibat
pemukulan yang dilakukan oleh puluhan orang dari massa yang mengenakan atribut
Front Pembela Islam (FPI) di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, tepatnya di
dekat lapangan parkir Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sekitar pukul 13.00 WIB
tadi. Namun, saat ini jumlah pasti keseluruhan korban masih sulit ditentukan
karena mereka tidak berada dalam 1 tempat.
Keterangan
pers oleh Koordinato Lapangan (Korlap) Nong Dalrol Mahmadah ini disampaikan di
halaman gedung Galeri Nasional, Jl Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Minggu (1/6)
ini. "Jumlah pastinya belum terhitung sebab masih terpencar- pencar,
cukup jauh. Contohnya, H. Maman Imanulhaq dari Pesantren Amizan berada di RS
Mitra Jatinegara. Korban lainnya berada di RSPAD Gatot Subroto serta RS
Tarakan," ujarnya.
Menurut
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Winarko kepada wartawan di
Jakarta, Minggu, AKKBB rencananya hanya akan berdemo dari Cempaka Barat lalu ke
depan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan langsung terus menuju Bundaran HI.
"Dari
kedutaan besar AS ke HI, kita sudah siapkan pengamanan. Kalau di sini (Monas),
mereka tidak meminta pengamanan," ujar Winarko. "Seharusnya massa
AKKBB bubar setelah itu, tetapi nggak
tahu kenapa malah ke Monas," tambahnya.
Namun Nong
membantah laporan polisi bahwa AKBB belum melapor akan bergerak ke Monas.
"Kami sudah lapor bahwa kami akan ke Monas. Bohong kalau kami tidak
lapor," kata Nong.
"Paling
lambat sore ini, akan kami umumkan ke pers," ujar Nong. Nong menuturkan
kejadian anarkis tersebut terjadi pada pukul 13.00 saat 1.500 anggota AKKBB
berkumpul di Monas. Pada saat bentrokan terjadi, memang tampak minim penjagaan
dari pihak kepolisian sehingga ratusan massa berpakaian FPI dapat menyerbu
dengan mudah massa AKKBB yang sebagian adalah perempuan.
"Secara
cepat, anggota FPI berteriak-teriak dan mengejar menggunakan tongkat bambu.
Anggota FPI serta-merta memukuli anggota AKKBB yang berasal dari berbagai
kelompok masyarakat seperti Ahmadiyah dan Aliansi Pluralitas Keagamaan,"
jelas Nong. "Mereka datang mengacak-ngacak kami, ada mobil yang dibakar.
Pas kami dipukul pakai bambu, polisi baru datang," tambahnya.
Kesimpulan
Peradaban kekerasan, bagaimanapun,
telah menjungkirbalikkan nurani dan akal sehat yang lembut menjadi sekeras
batu. Akhirnya, alih-alih agama akan menjadi solusi, yang terjadi justru
‘seolah’ menjadi beban dan problem. Kekerasan yang dilakukan oleh sebagian umat
Islam ini, suka atau tidak, telah menenggelamkan integritas moral Islam ke
dalam kubangan kejahatan atas kemanusiaan. Citra Islam sebagai agama damai dan
anti kekerasan segera pupus, digantikan oleh citra Islam sebagai agama yang
‘menghalalkan’ segala bentuk kekerasan.
Bagaimanapun harus diakui, di
panggung sejarah Islam, konflik internal umat Islam telah terjadi sejak setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Konflik tersebut tidak jarang berdarah-darah.
Konflik antara kelompok Aisyah r.a. dengan Ali bin Abi Thalib r.a yang memuncak
dengan terjadinya perang Shiffin, konflik Khawarij dengan kelompok-kelompok
lain, konflik Sunni – Syi’ah, lalu proses terjadinya dinasti Abbasyah dan
Umayah yang juga penuh darah adalah sedikit dari catatan hitam sejarah Islam.
Di Indonesia sendiri, terjadi beberapa upaya pembasmian paham-paham yang sering
kali langsung divonis sebagai sesat, tanpa terlebih dahulu melakukan dialog.
Siapa yang diuntungkan? Ini mungkin
agak absurd. Sebagai orang yang “awam tentang agama”, mencermati pertanyaan itu
menarik diajukan serta didiskusikan. Konflik antar kelompok umat Islam jelas
merugikan Islam sendiri. Dan kerugian terbesar adalah yang kerugian moral umat
umat Islam sendiri, khususnya yang masih awam pemahamannya dalam keberagaman
dan keislaman.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa di
antara keuntungan yang didapat adalah berkenaan dengan pendewasaan umat Islam
dalam memahami perbedaan pendapat di dalam Islam. Bukankah perbedaan dan
kebebasan dalam mengemukakan pendapat adalah rahmat? Tapi muncul
pertanyaan menggelitik, apakah perbedaan tersebut, pada kenyataannya, telah
membuat umat ini semakin dewasa? Ataukah justru malah membuat mereka menjadi
resah? Agaknya jawaban yang terakhir inilah yang tepat untuk diajukan. Sebab,
yang terjadi adalah umat menjadi terkotak-kotak dan saling membenci.
Siapa yang diuntungkan dengan konflik
internal ini? Sudah barang tentu, kelompok-kelompok yang memusuhi Islam yang
sesungguhnya akan bersorak sorai dan berteriak “hore” sekeras-kerasnya sambil
bertepuk tangan dengan senyum kegirangan. Tanpa kita sadari, kita menjadi
tertawaan dan bahan ejekan mereka.
Konflik internal umat Islam jika
tidak disikapi dengan arif dan penuh kedewasaan, sungguh akan menjadi potensi
untuk mencabik-cabik kekuatan umat Islam sendiri. Sikap yang mengedepankan
kekerasan dan klaim kebenaran tunggal tanpa kita sadari telah merapuhkan
kekuatan ukhuwah umat. Dampaknya, umat Islam semakin ringkih seiring
berjalannya waktu.
Sumber
http://akkbb.wordpress.com/profil/
Komentar
Posting Komentar